1. Menurut saya, Gurindam 12 karya Raja Ali Haji telah memenuhi ketentuan penulisan gurindam yang baik dan benar. Gurindam yang baik dan benar itu (1) terdiri atas dua baris sebait, (2) baris pertama merupakan sebab, baris kedua merupakan akibat, (3) kedua barisnya adalah isi dan merupakan nasehat, (4) jumlah sukukata dan jumlah kata tidak tetap, dan (5) selalu bersajak a-a (tidak mutlak). Gurindam 12 telah memenuhi 5 hal tersebut, dan tidak menyimpang dari ketentuan-ketentuan penulisan gurindam.
2. Amanat yang terkandung dalam Gurindam 12 karya Raja Ali Haji sebagai berikut:
Pasal 1
barang siapa tiada memegang agama
sekali-kali tiada boleh dibilangkan nama
barang siapa mengenal yang empat
maka yaitulah orang yang makrifat
barang siapa mengenal Allah
suruh dan tegahnya tiada ia menyalah
barang siapa mengenal diri
maka telah mengenal akan tuhan yang bahri
barang siapa mengenal dunia
tahulah ia barang yang terpedaya
barang siapa mengenal akhirat
tahulah ia dunia mudharat
Pada pasal pertama Gurindam 12, klausa-klausa verba mengantarkan pada amanat bagi diri untuk berlandas pada agama, yaitu agama Islam. Hal-hal yang berkaitan dengan agama Islam harus dikenal, seperti mengenal yang empat yang berarti empat orang sahabat Nabi Muhammad saw, yaitu Ali Bin Abhi Thalib, Usman Bin Affan, Abu Bakar Siddik, dan Umar Bin Khatab. Selain itu juga harus mengenal Allah, mengenal diri, mengenal dunia, dan mengenal akhirat. Pasal yang pertama adalah pembuka sekaligus induk tema yang mengingatkan keterjalinan sub-sub tema untuk pasal demi pasal berikutnya. Kata yang mengunci adalah agama, yang empat dan Allah. Inilah yang menjadi perwujudan dari rukun Islam yang pertama, yaitu aku bersaksi bahwa tiada tuhan selain Allah dan Nabi Muhammad adalah utusan Allah.
Pasal 2
barang siapa mengenal yang tersebut
tahulah ia makna takut
barang siapa meninggalkan sembahyang
seperti rumah tiada bertiang
barang siapa meninggalkan puasa
tidaklah mendapat dua termasa
barang siapa meninggalkan zakat
tiada hartanya beroleh berkat
barang siapa meninggalkan haji
tiadalah ia menyempurnakan janji
Sama halnya dengan pasal 1, pasal 2 juga mengandung nilai agama (religius). Pada pasal 1 telah dikemukakan bahwa mengungkapkan tentang rukun Islam yang pertama. Pasal 2 mengungkapkan pesan rukun Islam yang kedua, ketiga, keempat dan kelima. Rukun Islam yang kedua adalah melaksanakan salat, rukun Islam yang ketiga adalah berpuasa, rukun Islam yang keempat adalah menunaikan zakat, dan rukun Islam yang terakhir adalah menunaikan haji bagi yang mampu. Rukun Islam tersebut tergambar jelas pada gurindam 12 pasal 2 ini. Pesan yang terkandung adalah tentang kewajiban manusia sebagai makhluk ciptaan Allah yang memasrahkan diri pada sang Khalik untuk melaksanakan perintahNya dan menjauhi segala laranganNya agar menjadi seorang muslim yang sesungguhnya mencintai Allah.
Pasal 3
apabila terpelihara mata
sedikitlah cita-cita
apabila terpelihara kuping
kabar yang jahat tiadalah damping
apabila terpelihara lidah
niscaya dapat daripadanya faedah
bersungguh-sungguh engkau memeliharakan tangan
daripada segala berat dan ringan
apabila perut terlalu penuh
keluarlah fi'il yang tiada senonoh
anggota tengah hendaklah ingat
di situlah banyak orang yang hilang semangat
hendaklah peliharakan kaki
daripada berjalan yang membawa rugi
niscaya dapat daripadanya faedah
bersungguh-sungguh engkau memeliharakan tangan
daripada segala berat dan ringan
apabila perut terlalu penuh
keluarlah fi'il yang tiada senonoh
anggota tengah hendaklah ingat
di situlah banyak orang yang hilang semangat
hendaklah peliharakan kaki
daripada berjalan yang membawa rugi
Pasal ketiga berisi tentang budi pekerti, yaitu menahan kata-kata yang tidak perlu dan tidak berlebihan dalam melakukan ataupun menikmati nikmat Allah. Sesuatu yang berlebihan itu sangat tidak senonoh dan membawa kepada keburukan. Pada pasal 3 ini, klausa-klausa verba mengajak diri melakukan aktualisasi jasmani. Mahluk ciptaan Allah tentunya dikaruniai panca indera serta emosi. Setidaknya diri memfungsikan dahulu nikmat inderawi, dan di sinilah ditemukan amanat bagaimana membawa panca indera menunaikan fungsinya dengan benar.
Pasal 4
hati itu kerajaan di dalam tubuh
jikalau zalim segala anggota pun rubuh
apabila dengki sudah bertanah
datang daripadanya beberapa anak panah
mengumpat dan memuji hendaklah pikir
di stulah banyak orang yang tergelincir
pekerjaan marah jangan dibela
nanti hilang akal di kepala
jika sedikit pun berbuat bohong
boleh diumpamakan mulutnya itu pekung
tanda orang yang amat celaka
aib dirinya tiada ia sangka
bakhil jangan diberi singgah
itulah perompak yang amat gagah
boleh diumpamakan mulutnya itu pekung
tanda orang yang amat celaka
aib dirinya tiada ia sangka
bakhil jangan diberi singgah
itulah perompak yang amat gagah
barang siapa yang sudah besar
janganlah kelakuannya membuat kasar
barang siapa perkataan kotor
mulutnya itu umpama ketor
di mana tahu salah diri
jika tiada orang lain yang berperi
pekerjaan takabur jangan direpih
sebelum mati didapat juga sepih
Pasal 4 berisi tentang tabiat yang mulia, yang muncul dari hati (nurani) dan akal pikiran (budi). Hampir mirip dengan amanat pasal 3 yang mengungkap keutuhan jasmaniah, selanjutnya klausa-klausa verba pada pasal 4 mengajak diri melakukan aktualisasi perilaku. Berbuatlah sesuatu, dan di sinilah terbaca amanat berperilaku. Bila ditarik simpulan dari persamaan antara pasal 3 dan pasal 4, diri diingatkan untuk memfungsikan nikmat inderawi, emosi, serta menjalin hubungan dengan mahluk ciptaan Allah lainnya. Dengan kata lain, diri diberi kemerdekaan beraktualisasi. Nikmat yang tiada tara dan yang menjadi penekanan bahwa dalam kemerdekaan juga dilengkapi dengan etika.
Pasal 5
jika hendak mengenal orang berbangsa
lihat kepada budi dan bahasa
jika hendak mengenal orang yang berbahagia
sangat memeliharakan yang sia-sia
jika hendak mengenal orang yang mulia
lihatlah kepada kelakuan dia
jika hendak mengenal orang yang berilmu
bertanya dan belajar tiadalah jemu
jika hendak mengenal orang yang berakal
di dalam dunia mengambil bekal
jika hendak mengenal orang yang baik perangai
lihat pada ketika bercampur dengan orang ramai
Dari pasal 1 hingga pasal 4, amanat yang tersampaikan masih berada dalam lingkup seorang diri, mulai dari pemahaman mahluk ciptaan Allah berpasrah diri pada Sang Khalik hingga nikmat sekaligus etika menjalankan kemerdekaan atau kebebasan diri. Pada pasal 5, perjalanan diri adalah memetik apa yang telah dilalui dari pasal-pasal sebelumnya, memetik buah kemerdekaan sebagai diri dan bertemu dengan mahluk ciptaan lainnya yang juga serupa dengan diri, memiliki kemerdekaan beraktualisasi. Pada pasal ini berisi tentang pentingnya pendidikan dan memperluas pergaulan dengan kaum terpelajar. Manusia berkumpul adalah fitrah, termasuk melahirkan buah pemikiran bersama. Ideologi pun tercipta, bahasa menjadi simbol perwakilannya. Pada pasal inilah, diri diingatkan dengan amanat tentang kinerja dan integritas. Dengan kata lain, diri dipacu untuk memberikan yang terbaik, bagi diri sendiri juga bagi umat di sekelilingnya.
Pasal 6
cahari olehmu akan sahabat
yang boleh dijadikan obat
cahari olehmu akan guru
yang boleh tahukan setiap seteru
cahari olehmu akan istri
yang boleh menyerahkan diri
cahari olehmu akan kawan
pilih segala orang yang setiawan
cahari olehmu akan abdi
yang ada baik sedikit budi
Pada pasal 6, amanatnya adalah perjalanan menggapai pencapaian diri tidak lepas dari pihak-pihak di luar yang melengkapi, yang sangup berperan mendorong, memacu semangat, serta mencerahkan diri. Pihak-pihak di luar diri tidak lain adalah mahluk-mahluk ciptaan Tuhan. Sungguh Tuhan memberikan nikmat yang tiada habisnya dan di sinilah amanat memilih siapa saja yang bisa melengkapi diri untuk menyempurnakan perjalanan hidup. Pasal 6 ini berisi tentang pergaulan, yang menyarankan untuk mencari sahabat yang baik, mencari istri, mencari kawan, mencari abdi, demikian pula guru sejati yang dapat mengajarkan mana yang baik dan buruk.
Pasal 7
apabila banyak berkata-kata
di situlah jalan masuk dusta
apabila banyak berlebih-lebihan suka
itulah tanda hampirkan duka
apabila kita kurang siasat
itulah tanda pekerjaan hendak sesat
apabila anak tidak dilatih
jika besar bapanya letih
apabila banyak mencacat orang
itulah tanda dirinya kurang
apabila orang yang banyak tidur
sia-sia sahajalah umur
apabila mendengar akan khabar
menerimanya itu hendaklah sabar
apabila mendengar kata aduan
membicarakannya itu hendaklah cemburuan
apabila perkataan yang lemah lembut
lekaslah segala orang mengikut
apabila perkataan yang amat kasar
lekaslah orang sekalian gusar
apabila pekerjaan yang amat benar
tidak boleh orang berbuat honar
Pasal 7 membuka tabir tentang bersiasat ke depan. Sungguh amanat yang tiada usang. Dari dahulu sampai kapanpun, bersiasat adalah kebutuhan untuk mempertahankan hidup, hidup yang dipenuhi kualitas diri dan lingkungan sekitar. Pasal ketujuh juga berisi nasehat agar orang tua membangun akhlak dan budi pekerti anak-anaknya sejak kecil dengan sebaik mungkin. Jika tidak, kelak orang tua yang akan susah sendiri.
Pasal 8
barang siapa khianat akan dirinya
apalagi kepada lainnya
kepada dirinya ia aniaya
orang itu jangan engkau percaya
lidah suka membenarkan dirinya
daripada yang lain dapat kesalahannya
daripada memuji diri hendaklah sabar
biar daripada orang datangnya khabar
orang yang suka menampakkan jasa
setengah daripada syirik mengaku kuasa
kejahatan diri sembunyikan
kebaikan diri diamkan
keaiban orang jangan dibuka
keaiban diri hendaklah sangka
Pada pasal 8 ini, ada amanah yang tidak kalah penting untuk menggapai pencapaian sekaligus mempertahankan sebuah intropeksi diri. Pasal 8 juga berisi nasehat agar orang tidak percaya pada orang yang pendusta dan tidak berprasangka buruk terhadap seseorang. Klausa-klausa verba pada pasal ini mengingatkan untuk membesarkan diri adalah hal yang sia-sia, termasuk menganiaya diri. Hal terpenting adalah jujur pada diri sendiri sehingga bisa jujur pula kepada orang lain.
Pasal 9
tahu pekerjaan tak baik tapi dikerjakan
bukannya manusia ia itulah syaitan
kejahatan seorang perempuan tua
itulah iblis punya penggawa
kepada segala hamba-hamba raja
di situlah syaitan tempatnya manja
kebanyakan orang yang muda-muda
di situlah syaitan tempat bergoda
perkumpulan laki-laki dengan perempuan
di situlah syaitan punya jamuan
adapun orang tua yang hemat
syaitan tak suka membuat sahabat
jika orang muda kuat berguru
dengan syaitan jadi berseteru
di situlah syaitan tempatnya manja
kebanyakan orang yang muda-muda
di situlah syaitan tempat bergoda
perkumpulan laki-laki dengan perempuan
di situlah syaitan punya jamuan
adapun orang tua yang hemat
syaitan tak suka membuat sahabat
jika orang muda kuat berguru
dengan syaitan jadi berseteru
Menerjemahkan amanah pasal 9 sama saja dengan merenungkan siapa gerangan syetan itu. Syetan ada di sekeliling manusia, terutama dalam hiruk-pikuk dan menyertai sifat alami manusia, yaitu lalai. Godaan syetan berlaku di mana saja pada segala zaman. Oleh karena itu, manusia hendaklah waspada dan membentengi diri dengan iman. Pasal 9 ini berisi nasehat tentang moral pergaulan pria wanita dan tentang pendidikan. Hendaknya dalam pergaulan antara pria wanita ada pengendalian diri dan setiap orang selalu rajin beribadah untuk memperkokoh imannya agar terhindar dari godaan Syetan.
Pasal 10
dengan bapa jangan durhaka
supaya Allah tidak murka
dengan ibu hendaklah hormat
supaya badan dapat selamat
dengan anak janganlah lalai
supaya boleh naik ke tengah balai
dengan isteri dan gundik janganlah alpa
supaya kemaluan jangan menerpa
dengan kawan hendaklah adil
supaya tangannya jadi kapil
dengan kawan hendaklah adil
supaya tangannya jadi kapil
Pasal 10 berisi nasihat keagamaan dan budi pekerti, yaitu kewajiban anak untuk menghormati orang tuanya. Hal ini sejenak mengingatkan perhatian kepada keluarga. Setidaknya, perjalanan awal, yang kiranya dimulai dari keluarga, tidak membuat diri alpa terlebih lagi durhaka. Semuanya adalah demi keberlanjutan langkah yang mesti terus dijalani dalam kehidupan ini.
Pasal 11
hendaklah berjasa
kepada yang sebangsa
hendaklah jadi kepala
buang perangai yang cela
hendak memegang amanat
buanglah khianat
hendak marah
dahulukan hujjah
hendak dimalui
jangan memalui
hendak ramai
murahkan perangai
Gurindam 12 pasal 11 berisi nasihat kepada para pemimpin agar menghindari tindakan yang tercela, berusaha melaksanakan amanah dalam tugasnya, serta tidak berkhianat. Perjalanan diri tentu sempat menyinggahi puncak yang diidam-idamkan kebanyakan orang. mungkin saja perjalanan diri tengah mendaki dan hampir menyentuh puncak. Pasal 11 inilah yang mengantarkan amanah yang membantu menenangkan diri serta mengatur irama langkah hingga pengendalian diri tetap terjaga meski telah sampai ke puncak.
Sebagaimana yang telah dikemukakan sebelumnya, bahwa Gurindam 12 yang diciptakan Raja Ali Haji sangat kental dengan nuansa keislamannya. Hal ini dimungkinkan karena interaksi yang sangat dekat antara budaya melayu dengan Islam.
Adapun mengenai pemaknaan gurindam tersebut, bait pertama: Hendaklah berjasa kepada yang sebangsa. Makna dari kalimat tersebut adalah himbauan kepada manusia untuk selalu bisa bermanfaat kepada sesama, sebab dalam Islam memang sangat dianjurkan sekali untuk saling memberikan manfaat, seperti misalnya dalam sebuah hadis, “seorang muslim adalah saudara bagi orang islam yang lain, yang tidak akan menganiayanya, tidak akan membiarkannya (ataupun menyerahkannya kepada musuhnya). Barangsiapa menyampaikan hajat (kepentingan) saudaranya, maka Allah akan mengabulkan hajat orang itu. Barang siapa yang memberikan kemudahan bagi seorang muslim yang sedang kesulitan, maka Allah akan memberikan kemudahan padanya ketika kesulitan pada Hari Kiamat. Dan barangsiapa yang menutupi rahasia seorang muslim, maka Allah akan menutupi baginya rahasianya pada Hari Kiamat." (HR. Muslim)
Untuk makna dari bait kedua gurindam pasal 11: Hendaklah jadi kepala, buang perangai yang celas sangat erat kaitannya dengan kepemimpinan dalam Islam yang sangat mengutamakan akhlak yang mulia. Bukankah Rasulullah memiliki sifat-sifat terbaik dan jauh dari sifat yang tercela, yaitu Fathanah, Amanah, Shiddiq, dan Tabligh. Seorang pemimpin (kepala) hendaklah memiliki rasa tanggung jawab dan menjauhi akhlak yang tercela, “Kamu semua dalah pemimpin, dan kamu semua akan ditanya (bertanggungjawab) atas pimpinannya. Maka imam adalah pemimpin yang bertanggungjawab terhadap rakyatnya. Dan seorang suami adalah pemimpin terhadap keluarganya dan akan ditanya tentang pimpinannya. Dan seorang isteri adalah pemimpin pada rumah tangga suaminya maupun anak anaknya dan bertanggungjawab terhadap pimpinannya. Seorang anak menjadi pemimpin terhadap ayahnya dan bertanggungjawab terhadap apa yang telah dipimpinnya.. Dan seorang pelayan adalah pemimpin terhadap harta tuannya dan bertanggungjawaab atas pimpinannya. Maka kamu semua adalah pemimpin dan kamu semua adalah bertanggungjawab terhadap rakyat (hasil pimpinannya, anak buahnya, pekerjaanya)” (HR. Bukhari)
Kemudian bait yang ketiga: Hendaklah memegang amanat, buanglah khianat dapat direnungkan sebagai upaya agar menjadi orang yang terpercaya, sebagaimana dalam sebuah hadis, “Laksanakanlah amanat (kewajiban) pada orang yang mempercayakan diri padamu, dan janganlah berkhianat (menipu) pada orang yang menipumu” (HR. Turmudzi)
Untuk bait yang keempat: Hendak marah dahulukan hajat. Dalam sebuah hadis, riwayat Abu Daud disebutkan, “Barangsiapa yang menahan kemarahan, padahal dia sanggup untuk melepaskan kemarahan itu, maka Allah akan memenuhi hati orang itu berupa keamanan dan keimanan” (HR. Abu Daud). Secara sederhana berati ini sebuah nasehat bahwa marah itu adalah sesuatu yang tidak baik dan dianjurkan untuk melaksanakan hajat misalnya silaturrahim, bertadabur alam, rihlah ataupun yang sejenisnya untuk mengurangi rasa marah itu dan mensyukuri nikmat yang telah Allah berikan kepada manusia.
Bait yang kelima: Hendak dimulai jangan melalui. Maksud dari bait ini adalah bahwa sebagala sesuatu perlu awal untuk dimulai. Bait keenam: Hendak ramai, muliakan perangai. Bait ini sangat berkaitan dengan akhlak yang baik. Artinya jika seseorang ingin mendapatkan sesuatu ataupun silaturrahimnya semakin dipermudah oleh Allah, maka salah satu jalannya adalah dengan memperbaiki perangai (tingkah laku/akhlak), “Tidak ada sesuatu yang lebih memperberat timbangan pahala kebaikan (pada Hari Kiamat) kecuali budi pekerti (akhlak) yang baik” (HR. Abu Daud).
Pasal 12
raja mufakat dengan menteri
seperti kebun berpagar duri
betul hati kepada raja
tanda jadi sebarang kerja
hukum adil atas rakyat
tanda raja boleh inayat
kasihkan orang yang berilmu
tanda rahmat atas dirimu
hormat akan orang yang pandai
tanda mengenal kasa dan cindai
ingatkan dirinya mati
itulah asal berbuat bakti
akhirat itu terlalu nyata
kepada hati yang tidak buta
Pasal 12 adalah pasal terakhir yang berisi nasihat keagamaan agar manusia selalu ingat hari kematian dan kehidupan di akhirat. Di sinilah ditemukan beberapa kosakata berupa kata benda abstrak, seperti yang telah tertulis pada beberapa paragraf sebelum ini. Kata-kata benda tersebut adalah raja, hukum, ilmu, hormat, mati, dan akhirat. Secara satu persatu, kosakata tersebut sesungguhnya mengamanahkan banyak kata kerja. Perjalanan diri diingatkan akan banyak hal yang sesungguhnya memegang kuasa untuk mengatur. Sebagai sebab dari akibat, diri pun perlu berhati-hati untuk memperlakukan hal yang berkaitan dengan raja, hukum, ilmu, hormat, mati, dan akhirat dengan perhatian yang lebih khusus.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar